Ikang Fawzi & Marissa Haque: Kemenangan Kecil Kami Berdua

Ikang Fawzi & Marissa Haque: Kemenangan Kecil Kami Berdua
Ikang Fawzi & Marissa Haque: Kemenangan Kecil Kami Berdua

LP3I Surabaya, Pak Kunto, Pak Verus, Wagub Jatim Saifulah Yusuf (Gus IPul)

LP3I Surabaya, Pak Kunto, Pak Verus, Wagub Jatim Saifulah Yusuf (Gus IPul)
Wagub Jatim Saifulah Yusuf (Gus Ipul) bersama Marissa Haque Duta LP3I, Pak Kunto & Pak Verus

Wisuda MBA Ikang Fawzi Suami Marissa Haque dari FEB UGM, on Obsesi, GLOBAL TV, Feb, 2, 2011

Wisuda MBA Ikang Fawzi Suami Marissa Haque dari FEB UGM, on Obsesi, GLOBAL TV, Feb, 2, 2011

Ikang Fawzi, Cerdas, kreatif dan Rendah Hati

Tembang Gesang: Ikang Fawzi, Cerdas, kreatif dan Rendah Hati

Kamis, 24 Februari 2011

LP3I Membangun Human Capital Indonesia Berkelanjutan: Marissa Haque & Verus LP3I



LP3I Membangun Human Capital Indonesia Berkelanjutan
Oleh: Hj. Marissa Haque Fawzi & Verus LP3I


I. Pendidikan Indonesia
 Bagi sebagian besar penduduk Indonesia, pendidikan masih dianggap sebagai barang langka nan mahal. Bahkan sebagian lainnya lagi menyatakan, kalau pendidikan itu tidak perlu karena dianggap sebagai semacam cost centre bukan investasi. Dana minim yang tersedia dianggap lebih bermanfaat bila dipakai untuk beberapa kebutuhan primer namun konsumtif. Seandainyapun dana pendidikan tersedia, maka pilihan pendidikan bagi anak-anak mereka adalah yang bersifat menaikkan gengsi semata semisal S1 umum. Dengan catatan bilamana pernikahan anak-anak mereka kelak dilaksanakan, dalam undangan pernikahan sudah tercantum gelar akademisnya. Sejujurnya, cara berfikir bahwa pendidikan adalah semata biaya keluar, serta menjadi sarjana S1 semata sudah dianggap cukup untuk menjawab tantangan zaman merupakan sebuah kekeliruan latent dan massif. Karena terbukti disaat sebuah lowongan pekerjaan dibuka, berduyun-duyun bahkan saling bertumpukan ‘manusia sarjana S1 Indonesia’ dengan map berisi photo copy ijazah S1 mereka, masih harus bertarung menjadi pemenang dalam hal mendapatkan pekerjaan yang diharapkan. Padahal pola pendidikan S1 pada umumnya di Indonesia, tidak mengedapankan kecakapan tertentu bagi para lulusannya untuk langsung siap kerja.

II. Ledakan Penduduk
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN menyatakan bahwa ledakan penduduk mengancam Indonesia jika grand design atau desain induk kependudukan tidak segera dibuat. Kepala BKKBN Sugiri Syarif pada acara Rapat Kerja Nasional Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta mengatakan bahwa berdasarkan hasil sensus 2010 penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa dan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Artinya apabila laju pertambahan penduduk masih 1,49 persen saja maka jumlah penduduk Indonesia pda tahun 2045 kelak akan menjadi sekitar 450 juta jiwa. Hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, secara otomatis akan menjadi beban pemerintah dalam menyediakan anggaran untuk: (1) kesehatan; (2) pendidikan; (3) pangan; (4) sandang; (5) papan, dan lain sebagainya yang dapat terkait dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Ledakan penduduk ini juga berarti persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat dan tajam. Hanya mereka yang memiliki akses kepada pendidikan tertentu sajalah yan mampu memenangkan persaingan sehingga mampu mencukupi kebutuhan primer maupun sekunder mereka. Namun sayangnya system pendidikan di tanah air belum semuanya mampu menjawab tantangan zaman tersebut.

III. Pengangguran yang Sarjana
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk: (1) orang yang sama sekali tidak bekerja; (2) sedang mencari kerja; (3) bekerja kurang dari dua hari selama seminggu; atau (4) seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
            Menurut kompas.com[1], Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Indonesia yaitu sebanyak 116 juta orang. Sementara target pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,5 persen dinilai tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja di usia produktif. Dalam seminar "Economic Outlook 2010" lalu, dinyatakan bahwa anggaran belanja negara yang kurang dalam peningkatan infrastruktur, jelas tidak dapat menekan angka pengangguran. T erutama dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5 persen. Indonesia membutuhkan petumbuhan setidaknya 7,3 persen per tahun untuk mengurangi angka pengangguran. Pertumbuhan itu bisa dicapai kalau laju inflasi berkisar 4 hingga 6 persen. Suku bunga Indonesia pun setidaknya berada di angka 5-7 persen dan nilai tukar rupiah Rp 9.500-Rp 10.500 per 1 $ US.
            Sementara BPS merasa perlu melengkapi dengan data kelompok masyarakat yang setengah pengangguran[2], yaitu mereka yang merupakan bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Kelompok masyarakat setengah pengangguran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
(1)     Setengah Penganggur Terpaksa
Adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal, namun masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain;
(2)     Setengah Penganggur Sukarela
Adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar.
Dengan masih tingginya angka pengangguran tersebut di Indonesia, LP3I melihat ada yang masih harus dikoreksi dari sitem ajar-mengajar di tanah air. Karenanya LP3I menawarkan satu terobosan system agar masyarakat muda Indonesia mampu menjawab tantangan zaman.

IV. Paradigm Shift dari LP3I
Peningkatan daya saing bangsa Indonesia kedepannya adalah hal yang inevitable/tidak dapat dihindari. Setelah mendapatkan izin dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, LP3I mengusung formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Bila sebelumnya konsep standar minimum kelulusan adalah: (1) kognisi; (2) afeksi; dan (3) psiko-motorik/konasi. Maka LP3I melakukan langkah terpuji dengan melakukan paradigm shift berupa: (1) psiko-motorik/konasi; (2) afeksi, lulus menjadi D3 dengan gelar Ahli Madya (AMD), lalu mendapatkan kesempatan kerja pada strata middle management di berbagai kantor yang telah menjadi mitra LP3I selama ini. Kemudian dengan uang mereka para lulusan ini sendiri—bahkan beberapa perusahaan memberikan beasiswa langsung kepada mereka—untuk melanjutkan kuliah hingga S1 dan mendapatkan berbagai macam teori untuk perkembangan kognisi/intelektual sesuai jurusan mereka. Sehingga pola sjar-mengajar yang ditawarkan oleh LP3I berupa: (1) psiko-motorik/konasi; (2) afeksi; dan baru (3) kognisi.

V. Lulusan LP3I Unggul
Diantara kerumunan para sarjana S1 ketika mencari kerja, tanpak sekali perbedaannya terutama ketika mereka harus memperlihatkan CV (curriculum vitae). Dimana pada umumnya para fresh graduate pengalaman kerja kosong-melompong, para sarjana lulusan LP3I sudah dipenuhi dengan berbagai jam terbang diperusaahan tempat mereka bekerja sebagaimana yang telah dijanjikan akan disalurkan oleh LP3I. 

            LP3I memahami betul kebutuhan masyarakat luas, bahwa mereka mengirimkan anaknya kuliah dengan harapan setelah lulus langsung bekerja. Kesadaran inilah yang membuat LP3I secara berkelanjutan memacu program development-nya untuk membaca kebutuhan spesifik industry-bisnis stratejik diwilayah sekitar kampus LP3I berada/didirikan. LP3I mengukir prestasi terkait dengan customer satisfaction melalui CRM (customer realtion management) salah satunya melalui kemampuan afeksi para lulusannya. Budaya servis yang selama ini terasa masih kurang pada masyarakat Indonesia, dikedepankan oleh LP3I. Para lulusan LP3I memiliki ciri wajah riang penuh senyum serta lincah-tanggap dalam menjalankan tugas-fungsi-kewenangan pada strata middle management dikantor mereka masing-masing.